ANALISIS
RIBA DAN BUNGA BANK DALAM KAJIAN HUKUM ISLAM
A. Pengertian Riba dan Bunga Bank
Menurut The American Heritage DICTIONARY
of the English Language : Interest is “A charge for a financial loan,
usually a precentage of the amount loaned“. (lihat H. Karnaen A.
Perwataatmadja, S.E., MPA).1
Bunga adalah sejumlah uang yang dibayar
atau untuk penggunaan modal. Jumlah tersebut misalnya dinyatakan dengan satu
tingkat atau prosentase modal yang bersangkut paut dengan itu yang dinamakan
suku bunga modal.
Asal makna “riba” menurut bahasa Arab
ialah lebih (bertambah). Adapun yang dimaksud disini menurut syara’ riba adalah
akad yang terjai dengan penukaran yang tertentu, tidak diketahui sama atau
tidaknya menurut aturan syara’ atau terlambat menerimanya.2
Istilah riba pertama kalinya di ketahui berdasarkan wahyu yang diturunkan pada
masa awal risalah kenabian dimakkah kemungkinan besar pada tahun IV atau awal
hijriah ini berdasarkan pada awal turunya ayat riba3. Para mufassir klasik
berpendapat, bahwa makna riba disini adalah pemberian. Berdasarkan interpretasi
ini, menurut Azhari (w. 370H/980 M) dan Ibnu Mansur (w. 711H/1331M) riba
terdiri dari dua bentuk yaitu riba yang dilarang dan yang tidak dilarang4.
Namun dalam kenyataannya istilah Riba hanya dipakai untuk memaknai pembebanan
hutang atas nilai pokok yang dipinjamkan5.
Sedangkan dalam istilah al-Jurjani mendefinisikan riba dengan
kelebihan/tambahan pembayaran tanpa ada ganti/imbalan, yang disyaratkan bagi
salah seorang dari kedua belah pihak yang membuat akad/transaksi6.
Ada beberapa pendapat diatas dalam
menjelaskan riba, namun secara umum terdapat benang merah yang menegaskan bahwa
riba adalah pengambilan tambahan, baik dalam transaksi jual beli maupun pinjam
meminjam secara bathil atau bertentangan dengan prinsip muamalat dalam Islam.
Mengenai hal ini Allah SWT mengingatkan
dalam firmannya : “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan
harta sesamamu dengan jalan bathil” (Q.S An-Nisa : 29). Dalam kaitannya
dengan ayat tersebut diatas mengenai makna al-bathil, Ibnu Al-Arabi Al-Maliki,
dalam kitabnya Ahkam Al-Qur’an (lihat syafii Anotonio), menjelaskan : bahwa
pengertian riba secara bahasa adalah tambahan (Ziyadah), namun yang dimaksud
riba dalam ayat Al-Qur’an yaitu setiap penambahan yang diambil tanpa adanya
satu transaksi pengganti atau penyeimbang yang dibenarkan syariah”7
Yang dimaksud dengan transaksi pengganti
atau penyeimbang yaitu transaksi bisnis atau komersial yang melegitimasi adanya
penambahan tersebut secara adil. Seperti transaksi jual-beli, gadai, sewa, atau
bagi hasil proyek.
Merujuk dari penjelasan tentang
pengertian riba dan bunga diatas, bahwa dapat disimpulkan bunga sama dengan
riba.8 Mengapa demikian, dikarenakan secara riil operasional di perbankan
konvensional, bunga yang dibayarkan oleh nasabah peminjam kepada pihak atas
pinjaman yang dilakukan jelas merupakan tambahan. Karena nasabah melakukan
transaksi dengan pihak bank berupa pinjam meminjam berupa uang tunai. Didalam
Islam yang namanya konsep pinjam meminjam dikenal dengan namanya Qardh (Qardhul
Hasan) merupakan pinjaman kebajikan. Dimana Allah SWT, berfirman :
“Siapakah yang mau memberi pinjaman kepada Allah, pinjaman yang baik
(menafkahkan hartanya di jalan Allah), maka Allah akan meperlipat gandakan
pembayaran kepadanya dengan lipat ganda yang banyak. Dan Allah menyempitkan dan
melapangkan (rezki) dan kepada-Nya-lah kamu dikembalikan.”(Q. S Al-Baqarah
: 245)
Pinjaman qardh tidak ada tambahan, jadi
seberapa besar yang dipinjam maka dikembalikan sebesar itu juga. Namun, berbeda
apabila akad atau transaksi tersebut mengandung jual beli, sewa maupun bagi
hasil.
Jadi, Dalam transaksi simpan-pinjam
dana, secara konvensional si pemberi pinjaman mengambil tambahan dalam bentuk
bunga tanpa adanya suatu penyeimbang yang diterima si peminjam hal ini
merupakan riba yang telah diharamkan oleh Allah SWT didalam Al-Qur’an dan
Hadist sebagai berikut :
“Allah telah menghalalkan jual beli
dan mengharamkan riba” Q.S Al-Baqarah : 275 dan juga dalam Hadist
Rasulullah bersabda : “Jabir berkata bahwa Rasulullah mengutuk orang yang
menerima riba, orang yang membayarnya, dan orang yang mencatatnya, dan dua
orang saksinya, kemudian beliau bersabda, “Mereka itu semuanya sama.”
(H.R Muslim no. 2995 dalam kitab Al-Musaqqah)
B. Hukum Riba dan Bunga Bank
Seluruh ‘ulama sepakat mengenai
keharaman riba, baik yang dipungut sedikit maupun banyak. Seseorang tidak boleh
menguasai harta riba; dan harta itu harus dikembalikan kepada pemiliknya, jika
pemiliknya sudah diketahui, dan ia hanya berhak atas pokok hartanya saja.
Al-Quran dan Sunnah dengan sharih telah menjelaskan keharaman riba dalam
berbagai bentuknya; dan seberapun banyak ia dipungut. Allah swt berfirman;
الَّذِينَ يَأْكُلُونَ الرِّبا لا يَقُومُونَ
إِلَّا كَمَا يَقُومُ الَّذِي يَتَخَبَّطُهُ الشَّيْطَانُ مِنَ الْمَسِّ ذَلِكَ بِأَنَّهُمْ
قَالُوا إِنَّمَا الْبَيْعُ مِثْلُ الرِّبا وَأَحَلَّ اللَّهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ
الرِّبا فَمَنْ جَاءَهُ مَوْعِظَةٌ مِنْ رَبِّهِ فَانْتَهَى فَلَهُ مَا سَلَفَ وَأَمْرُهُ
إِلَى اللَّهِ وَمَنْ عَادَ فَأُولَئِكَ أَصْحَابُ النَّارِ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ
“Orang-orang yang makan (mengambil) riba
tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan
lantaran (tekanan) penyakit gila keadaan mereka yang demikian itu, adalah
disebabkan mereka Berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan
riba,” padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.
Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus
berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu
(sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang
kembali (mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka;
mereka kekal di dalamnya”. [QS Al Baqarah (2): 275]. 10
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا
اللَّهَ وَذَرُوا مَا بَقِيَ مِنَ الرِّبا إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ، فَإِنْ لَمْ
تَفْعَلُوا فَأْذَنُوا بِحَرْبٍ مِنَ اللَّهِ وَرَسُولِهِ وَإِنْ تُبْتُمْ فَلَكُمْ
رُؤُوسُ أَمْوَالِكُمْ لا تَظْلِمُونَ وَلا تُظْلَمُونَ
Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah
kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu
orang-orang yang beriman. Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa
riba), maka ketahuilah, bahwa Allah dan rasul-Nya akan memerangimu. Dan jika
kamu bertaubat (dari pengambilan riba), maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak
menganiaya dan tidak (pula) dianiaya”. [TQS Al Baqarah (2):
279]. 11
Di dalam Sunnah, Nabiyullah Muhammad saw
دِرْهَمُ رِبَا يَأْكُلُهُ الرَّجُلُ
وَهُوَ يَعْلَمُ أَشَدُّ مِنْ سِتٍّ وَثَلَاثِيْنَ زِنْيَةً
“Satu dirham riba yang dimakan
seseorang, dan dia mengetahui (bahwa itu adalah riba), maka itu lebih berat
daripada enam puluh kali zina”. (HR Ahmad dari Abdullah
bin Hanzhalah).
الرِبَا ثَلاثَةٌَ وَسَبْعُوْنَ بَابًا
أَيْسَرُهَا مِثْلُ أَنْ يَنْكِحَ الرَّجُلُ أُمَّهُ, وَإِنَّ أَرْبَى الرِّبَا عَرْضُ
الرَّجُلِ الْمُسْلِمَ
“Riba itu mempunyai 73 pintu, sedang
yang paling ringan seperti seorang laki-laki yang menzinai ibunya, dan
sejahat-jahatnya riba adalah mengganggu kehormatan seorang muslim”. (HR
Ibn Majah).
لَعَنَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ آكِلَ الرِّباَ وَمُوْكِلَهُ وَكَاتِبَهُ وَشَاهِدَيْهِ, وَقَالَ: هُمْ سَوَاءٌ
“Rasulullah saw melaknat orang memakan
riba, yang memberi makan riba, penulisnya, dan dua orang saksinya. Belia
bersabda; Mereka semua sama”. (HR Muslim)
Di dalam Kitab al-Mughniy, Ibnu Qudamah mengatakan, “Riba diharamkan
berdasarkan Kitab, Sunnah, dan Ijma’. Adapun Kitab, pengharamannya didasarkan
pada firman Allah swt,”Wa harrama al-riba” (dan Allah swt telah mengharamkan
riba) (Al-Baqarah:275) dan ayat-ayat berikutnya. Sedangkan Sunnah; telah
diriwayatkan dari Nabi saw bahwasanya beliau bersabda, “Jauhilah oleh kalian 7
perkara yang membinasakan”. Para shahabat bertanya, “Apa itu, Ya Rasulullah?”.
Rasulullah saw menjawab, “Menyekutukan Allah, sihir, membunuh jiwa yang
diharamkan Allah kecuali dengan haq, memakan riba, memakan harta anak yatim,
lari dari peperangan, menuduh wanita-wanita Mukmin yang baik-baik berbuat
zina”. Juga didasarkan pada sebuah riwayat, bahwa Nabi saw telah melaknat orang
yang memakan riba, wakil, saksi, dan penulisnya”.[HR. Imam Bukhari dan
Muslim]…Dan umat Islam telah berkonsensus mengenai keharaman riba.”
Imam al-Syiraaziy di dalam Kitab
al-Muhadzdzab menyatakan; riba merupakan perkara yang diharamkan.
Keharamannya didasarkan pada firman Allah swt, “Wa ahall al-Allahu al-bai`
wa harrama al-riba” (Allah swt telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan
riba)[Al-Baqarah:275], dan juga firmanNya, “al-ladziina ya`kuluuna
al-riba laa yaquumuuna illa yaquumu al-ladziy yatakhabbathuhu al-syaithaan min
al-mass” (orang yang memakan riba tidak bisa berdiri, kecuali seperti
berdirinya orang yang kerasukan setan)”. [al-Baqarah:275]…..Ibnu Mas’ud
meriwayatkan sebuah hadits, bahwasanya Rasulullah saw melaknat orang yang
memakan riba, wakil, saksi, dan penulisnya”. [HR. Imam Bukhari dan Muslim]
Imam al-Shan’aniy di dalam Kitab Subul al-Salaam mengatakan; seluruh
umat telah bersepakat atas haramnya riba secara global.
Di dalam Kitab I’aanat al-Thaalibiin
disebutkan; riba termasuk dosa besar, bahkan termasuk sebesar-besarnya dosa
besar (min akbar al-kabaair). Pasalnya, Rasulullah saw telah melaknat orang
yang memakan riba, wakil, saksi, dan penulisnya. Selain itu, Allah swt dan
RasulNya telah memaklumkan perang terhadap pelaku riba. Di dalam Kitab
al-Nihayah dituturkan bahwasanya dosa riba itu lebih besar dibandingkan
dosa zina, mencuri, dan minum khamer. Imam Syarbiniy di dalam Kitab al-Iqna’
juga menyatakan hal yang sama Mohammad bin Ali bin Mohammad al-Syaukaniy
menyatakan; kaum Muslim sepakat bahwa riba termasuk dosa besar.
Imam Nawawiy di dalam Syarh Shahih
Muslim juga menyatakan bahwa kaum Muslim telah sepakat mengenai keharaman
riba jahiliyyah secara global. Mohammad Ali al-Saayis di dalam Tafsiir Ayat
Ahkaam menyatakan, telah terjadi kesepakatan atas keharaman riba di dalam
dua jenis ini (riba nasii’ah dan riba fadlal). Keharaman riba
jenis pertama ditetapkan berdasarkan al-Quran; sedangkan keharaman riba jenis
kedua ditetapkan berdasarkan hadits shahih. Abu Ishaq di dalam Kitab
al-Mubadda’ menyatakan; keharaman riba telah menjadi konsensus, berdasarkan
al-Quran dan Sunnah. 12 ulama saat ini sesungguhnya telah ijma’ tentang
keharaman bunga bank. Dalam puluhan kali konferensi, muktamar, simposium dan
seminar, para ahli ekonomi Islam dunia, Chapra menemukan terwujudnya
kesepakatan para ulama tentang bunga bank. Artiya tak satupun para pakar yang ahli
ekonomi yang mengatakan bunga syubhat atau boleh. Ijma’nya ulama tentang hukum
bunga bank dikemukaka Umer Chapra dalam buku The Future of Islamic Econmic,(
2000). Semua mereka mengecam dan mengharamkan bunga, baik konsumtif maupun
produktif, baik kecil maupun besar, karena bunga telah menimbulkan dampak
sangat buruk bagi perekonomian dunia dan berbagai negara. Krisis ekonomi dunia
yang menyengsarakan banyak negara yang terjadi sejak tahun 1930 s/d 2000,
adalah bukti paling nyata dari dampak sistem bunga.13
C. Dampak Riba Dan Bunga Bank
1. Bagi
jiwa manusia
hal ini akan menimbulkan perasaan egois
pada diri, sehingga tidak mengenal melainkan diri sendiri. Riba ini
menghilangkan jiwa kasih sayang, dan rasa kemanusiaan dan sosial. Lebih
mementingkan diri sendiri daripada orang lain 14
2. Bagi
masyarakat
Dalam kehidupan masyarakat hal ini akan
menimbulkan kasta kasta yang saling bermusuhan. Sehingga membuat keadaan tidak
aman dan tentram. Bukannya kasih sayang dan cinta persaudaraan yang timbul akan
tetapi permusuhan dan pertengkaran yang akan tercipta dimasyarakat 15
3. Bagi
roda pergerakan ekonomi
Dampak sistem ekonomi ribawi tersebut
sangat membahayakan perekonomian.
a)
Sistem ekonomi ribawi telah banyak
menimbulkan krisis ekonomi di mana-mana sepanjang sejarah, sejak tahun 1929,
1930, 1940an, 1950an, 1970an. 1980an, 1990an, 1997 dan sampai saat
ini.b) di bawah sistem ekonomi ribawi,
kesenjangan pertumbuhan ekonomi masyarakat dunia makin terjadi secara konstant,
sehingga yang kaya makin kaya yang miskin makin miskin.
b)
Suku bunga juga berpengaruh terhadap
investasi, produksi dan terciptanya pengangguran.
c)
Teori ekonomi juga mengajarkan bahwa
suku bunga akan secara signifikan menimbulkan inflasi.
d)
Sistem ekonomi ribawi juga telah
menjerumuskan negara-negara berkembang kepada debt trap (jebakan hutang) yang
dalam, sehingga untuk membayar bunga saja mereka kesulitan, apalagi
bersama pokoknya.
D.
Kesimpulan
Sudah jelaslah bagiamana riba itu
dilarang dengan tahapan tahapan yang sama dengan pengharaman arak. Dari uraian
diatas dapat penulis ambil kesimpulan bahwa:
a) Riba
dengan kelebihan/tambahan pembayaran tanpa ada ganti/imbalan, yang disyaratkan
bagi salah seorang dari kedua belah pihak yang membuat akad/transaksi sedangkan
Bunga adalah sejumlah uang yang dibayar atau untuk penggunaan modal. Jumlah
tersebut misalnya dinyatakan dengan satu tingkat atau prosentase modal yang
bersangkut paut dengan itu yang dinamakan suku bunga modal.
b) Dalam
pandangan Fiqh Muamalah dan Ekonomi Islam bahwa antara riba dan bunga bank
adalah sama. Mengapa demikian, dikarenakan secara riil operasional di perbankan
konvensional, bunga yang dibayarkan oleh nasabah peminjam kepada pihak atas
pinjaman yang dilakukan jelas merupakan tambahan. Karena nasabah melakukan
transaksi dengan pihak bank berupa pinjam meminjam berupa uang tunai.
c) Dalam
pandangan Fiqh Muamalah dan Ekonomi Islam bahwa hukum antara riba dan bunga
bank adalah haram. Karena hukum asal riba adalah haram baik itu dalam
Al-Qur’an, Hadis, dan Ijtihad. Seluruh ummat Islam wajib untuk meninggalkannya,
serta menjauhinya yakni dengan cara bertaqwa kepada Allah.
d) Dampak
akan bahayanya riba (bunga bank) terhadap kehidupan manusia;
1.
Bagi jiwa manusia : hal ini akan
menimbulkan perasaan egois pada diri, sehingga tidak mengenal melainkan diri
sendiri.
2.
Bagi masyarakat : Dalam kehidupan
masyarakat hal ini akan menimbulkan kasta kasta yang saling bermusuhan.
3.
Bagi roda pergerakan ekonomi : Dari segi
ekonomi, hal ini akan menyebabkan manusia dalam dua golongan besar yaitu orang
miskin sebagai pihak yang tertindas dan orang kaya sebagai pihak yang menindas.